Senin, 28 Desember 2009

makalah bik

PROSES PEMBELAJARAN DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Bapak Didin Widiarwartono,S.S,S.Pd,M.Pd


Oleh:
Lailatul Fitriyah
208231416652












FAKULTAS SASTRA
JURUSAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober, 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan. Disamping itu, proses berpikir juga melekat dalam suatu kegiatan belajar.
“Pendidikan itu bermacam-macam tetapi satu, yaitu upaya memuliakan kemanusiaan manusia”. Dalam pandangan seperti itu ditarik beberapa pemaknaan bahwa:
1. Kondisi rendahnya mutu pendidikan di tanah air, jika memang demikian kondisinya, memerlukan pencermatan yang mendalam tentang faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Tidak diperhatikannya ilmu pendidikan dan merajalelanya kecelakaan pendidikan merupakan akar rendahnya mutu pendidikan itu.
2. Kondisi pendidikan tanpa ilmu pendidikan harus dicegah dan diganti dengan diperhatikannya pendidikan dengan ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan yang mana? Yaitu ilmu pendidikan yang jelas sosok dan arahnya, solid dan dapat diterapkan dalam praktik pendidikan disegenap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang menjadi roh dan arah pelaksanaan pendidikan dengan ilmu pendidikan.
3. Kesejatian manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat menjadi landasan tentang kegiatan belajar dan proses pembelajaran. Harkat dan martabat manusia yang meliputi seluruh unsur dalam kmponen hakikat, dimensi, dan pancadaya kemanusiaan menjadi basis keilmuan pendidikan yang dimaksudkan.
4. Kegiatan pendidikan memerlukan wujud otentik harkat dan martabat manusia dalam sosok hubungan pendidik dan peserta didik demi tercapainya tujuan pendidikan yang tidak lain adalah pengembangan harkat dan martabat manusia iu dengan segenap kandungannya. Proses pembelajaran sebagai aktualisasi kegiatan pendidikan merupakan upaya mendasar bagi pemuliaan kemanusiaan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian belajar menurut Walker dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967)?
2. Apa yang dimaksud proses pembelajaran?
3. Sebutkan metode-metode pembelajaran menurut para ahli?
4. Sebutkan macam-macam cara berfikir?

C. Tujuan
1. Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman
2. Runtutan pemrosesan kegiatan untuk mencapai suatu tujan
3. Metode SQ3R, PQRST, Quantum Learning
4. Berfikir Autistik dan Realistik



BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu bentuk yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup.
Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi itu harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak tampak tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pengalaman.
Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kemasakan, kerusakan fisik (baik karena pengaruh obat-obat berbahaya seperti psikoaktiva maupun karena kecelakaan atau penyakit tertentu), atau sebab-sebab lain yang menyebabkan perubahan-perubahan non-permanen (lelah, mengantuk dan sebagainya).
Para ahli berusaha merumuskan definisi tentang belajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa rumusan, diantaranya:
1. Dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967), Walker mengemukakan arti belajar dengan kata-kata yang singkat, yakni “Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman”. Definisi yang singkat dan sederhana ini tampaknya mencakup pengertian dari variabilitas-variabilitas yang merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap perubahan dari perbuatan. Selain itu, Walker menggunakan susunan kata “perubahan perbuatan” berlawanan dengan “perbaikan perbuatan” yang lebih banyak digunakan, sebab dalam belajar, orang dapat memperoleh, baik kebiasaan-kebiasaan yang buruk maupun kebiasaan-kebiasaan yang baik.
2. C.T. Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology (1961), merumuskan belajar sebagai “Suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu”. Menurut Morgan, berbagai perubahan tingkah laku yang bisa diamati pada perkembangan seseorang bayi hingga dewasa, terdapat tiga hal, yaitu:
a. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses fisiologis, misalnya sakit, penyakit.
b. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses pematangan (maturation).
c. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses belajar.
3. Dalam Educational Psychology: a Realistic Approach (1977), Good & Boophy mengartikan belajar sebagai “The development of new associations as a result of experience”. Bertitik tolak dari definisi ini, mereka selanjutnya menjelaskan bahwa belajar merupakan proses yang benar-benar bersifat internal.
4. Crow & Crow, dalam buku Educational Psychology (1958), menyatakan, ”Learning is acquisition of habits, knowledge, and attitude”, Belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Menurut mereka, hal-hal yang dirumuskan di atas meliputi cara-cara yang baru guna melakukan suatu upaya memperoleh penyesuaian diri terhadap situasi yang baru.
5. Dalam bukunya The Psychology of Learningories and Memory (1978), Hintzman berpendapat, Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Belajar ialah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan pengalaman tersebut yang bisa memengaruhi tingkah laku organisme itu.
6. Lurine, seperti dikutip Effendi & Praja (1993), dalam bukunya Building the High School Curriculum (1958) mengemukakan, “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Menurut pengertian ini, belajar merupakan proses, kegiatan dan bukan hasil atau tujuan.
7. Dalam bukunya Introduction to Psychology, Artkinson dan kawan-kawan mendefinisikan belajar sebagai “Perubahan yang relatif permanen pada perilaku yang terjadi akibat latihan”. Artkinson tidak memasukkan perubahan perilaku yang terjadi karena maturasi (bukannya latihan), atau pengondisian sementara suatu organisme.
8. Hilgard & Bower dalam Theories of Learning, seperti dikutip Purwanto (1998), mengemukakan,”Belajar berhubungan dengan perubaha tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat).
Berdasarkan beberapa rumusan definisi di atas, bisa dikemukakan beberapa unsur penting yang menjadi ciri atas pengertian mengenai belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Situasi belajar harus bertujuan, dan tujuan-tujuan tersebut diterima, baik oleh individu maupun masyarakat.
2. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dan perubahan itu bisa mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, akan tetapi juga ada kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.
3. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, dalam arti, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sabagai hasil belajar.
4. Untuk bisa disebut belajar, perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada periode waktu yang cukup panjang. Seberapa lama periode waktu itu berlangsung, sulit ditentukan dengan pasti, namun perubahan itu hendaknya merupakam akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun.
5. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek-aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan, sikap ataupun kebiasaan.

B. Belajar sebagai Suatu Proses
Apakah yang dimaksud proses itu? Proses, yang sering kita gunakan dalam percakapan sehari-hari, adalah kata yang berasal dari bahasa Latin “processusi”, yang artinya “berjalan ke depan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mengartikan proses sebagai: (1) runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu; (2) rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk; (3) perkara di pengadilan.
Belajar pada dasarnya bukanlah suatu tujuan atau benda, tetapi merupakan suatau proses kegiatan untuk mencapai tujuan. Pengertian proses di sini merupakan “cara” mencapai tujuan atau benda. Inilah langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. Dalam belajar, setiap kegiatan saling berinteraksi atau saling memengaruhi.
Proses dalam belajar merupakan faktor yang paling penting. Proses sebetulnya menekankan kreativitas. Pada umumnya, proses berkenaan dengan cara belajar berkembang, bagaimana siswa bergaul dengan guru, bagaimana siswa terlibat dalam proses itu.
Beberapa sifat proses belajar:
1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungan
Dari lingkungannya, si anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan suatu lingkungan belajar yang kaya dengan stimulus berarti membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan kata lain, lingkungan yang tidak dapat mengadakan stimuli, dapat menghambat perkembangan anak.
2. Belajar berarti “berbuat”
Belajar adalah suatu kegiatan. Dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat, banyak hal menjadi jelas. Sebab, dengan berbuat, anak menghayati sesuatu dengan seluruh indra dan jiwanya. Konsep-konsep menjadi terang dan dipahami oleh anak, sehingga betul-betul menjadi milik anak.
3. Belajar berarti “mengalami”
Dengan mengalami berulang-ulang, perbuatan menjadi semakin efektif, teknik menjadi semakin lancar, konsep makin lama semakin terang, dan generalisasi makin mudah disimpulkan. Belajar adalah pertumbuhan dan pertumbuhan memerlukan waktu dan pengalaman.
4. Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan anak karena adanya dorongan akan kesibukan. Dorongan ini akan membawa anak ke tingkat perkembangan yang dibutuhkan untuk memahami lingkungannnya, agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan itu.

5. Belajar memerlukan motivasi
Pemenuhan kebutuhan merupakan motivasi untuk melakukan suatu kegiatan. Banyak jenis kebutuhan, antra lain kebutuhan untuk mengetahui dan menyelidiki, kebutuhan untuk memperbaiki prestasi, kebutuhan untuk mendapat kepuasan atas hasil pekerjaan.
6. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak
7. Kesiapan ini merupakan suatu keadaan rohaniah (emosional, intelektual, dan sosial). Dalam keadaan ini, anak merasa siap dan sanggup untuk menerima tugas perkembangan atau pelajaran baru.
8. Belajar memerlukan kesaiapan pada pihak anak
Belajar merupakan aktivitas yang membawa anak dari tingkat berpikir konkret menjadi tingkat berpikir abstrak. Pada suatu saat dalam perkembangannya, anak harus berpikir secara abstrak.
9. Belajar bersifat integrative
Sejak dilahirkan, anak merupakan suatu totalitas dalam perkembangannya. Secara total, ia mengadakan interaksi dengan lingkungannya dan segala sesuatu memengaruhi secara total.
Dalam bukunya The Guidance of Learning Activities, Burton (1952:316-317) menyimpulkan proses belajar sebagai berikut:
1. Proses belajar adalah mengalami, melakukan, memberikan reaksi, dan melampaui.
2. Proses belajar mengalami berbagai macam pengalaman serta mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada tujuan tertentu.
3. Proses dan pengalaman belajar secara maksimum bermakna untuk kehidupan individu.
4. Proses belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan individu sendiri yang mendorong motivasi secara kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dan lingkungan.
6. Proses dan hasil belajar secara material dipengaruhi oleh berbagai perbedaan individual dikalangan individu-individu.
7. Proses belajar berjalan secara efektif jika pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diharapkan disesuaikan dengan kematangan individu.
8. Proses yang terbaik ialah jika pelajar mengetahui status serta kemajuannya.
9. Proses belajar adalah fungsional dari produser-produser.
10. Proses belajar berjalan secara efektif di bawah bimbingan yang memberikan rangsangan, tanpa ada paksaan atau tekanan.
Dalam suatu proses belajar, salah satu hal yang tidak terpisahkan didalamnya alah berfikir. Dimana berfikir merupakan, suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Sehingga, belajar tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa disertai dengan berpikir.
Secara garis besar, ada dua macam berfikir, yaitu: berfikir autistik dan berfikir realistik (Rahmat, 1994:64). Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Adapun berfikir realistik yaitu, berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch (1967), seperti dikutip Rakhmat (1996:64), menyebut tiga macam berpikir realistik, diantaranya:
1. Berpikir Deduktif
Deduktif merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata latin deducere (de berarti “dari” dan kata ducere berarti “mengantar”). Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan dari kata berarti mengantar dari suatu hal ke hal lain. Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan (Keraf, 1994:57).
2. Berpikir Induktif
Induktif artinya bersifat induksi. Induksi adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir ilmiah. Namun, induksi tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diikuti oleh proses berpikir yang pertama, yaitu deduksi, seperti telah kita bicarakan sebelumnya.
3. Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat, 1994).

C. Hubungan Belajar dan Berpikir
Belajar dan berpikir merupakan dua proses yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian, keduanya merupakan proses-proses yang berbeda. Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku, tetapi berpikir tidak selalu menghasilkan perilaku.
Berpikir merupakan suatu proses mental yang tidak kasat mata. Proses ini hanya dapat diamati dari perilaku yang tampak. Dengan kata lain proses berpikir hanya dapat disimpulkan dari perilaku yang diperkirakan diarahkan oleh pikiran sebagai perilaku yang terorganisasi, bukan perilaku yang terjadi secara sembarangan.
Berpikir tidak dapat diamati langsung karena merupakan suatu representasi simbolis baik dari suatu objek, peristiwa, ide, atau hubungan-hubungan antara hal-hal tersebut. Representasi simbolis dalam kerangka mental itu kemudian diolah sedemikian rupa sehingga terjadi suatu proses berpikir. Berpikir tidak selalu memecahkan suatu masalah, tetapi juga untuk membentuk suatu konsep tertentu, atau menimbulkan ide-ide kreatif. Secara singkat, berpikir merupakan suatu proses pengolahan simbolis yang diarahkan pada pengertian yang lebih mengenai lingkungan dan dirinya sendiri.

D. Metode Belajar dan Mengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1962:652) menyebut metode sebagai “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb),” atau “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.


Beberapa metode-metode belajar menurut para ahli, diantaranya:
1. Metode SQ3R ( menurut Francis P. Robinson)
Metode tersebut merupakan kependekan dari lima tugas yang harus kita hadapi atau lakukan, yaitu:
a. Survey (menyelidiki)
b. Question (bertanya)
c. Read (membaca)
d. Recite (menceritakan kembali)
e. Review (mengulang)
2. Metode PQRST (menurut Thomas F. Staton dalam bukunya How To Study)
Metode PQRST hampir sama dengan SQ3R yang merupakan singkatan dari:
a. Preview (menyelidiki)
b. Question (bertanya)
c. Read (membaca)
d. State (menyatakan)
e. Test (menguji)
3. Metode Quantum Learning
Metode ini memberi kiat-kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses yang bisa menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat, dan menjadikan belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggestology” atau “suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti memengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif (DePorter & Henarcki, 1999:14).
Teknik-teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
Istilah lain yang hampir dapat dipertukarkan dengan suggestology adalah “pemercepatan belajar” (accelerated learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, upaya yang normal, dan bersama dengan kegembiraan” (DePorter & Hernacki, 1999:14). Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan: hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun, semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Beberapa metode-metode mengajar yang baik, diantaranya:
a. Pendidik harus menguasai materi yang akan diberikan
b. Pendidik dengan besar hati mau menerima pembenaran materi dari peserta didik jika ada kesalahan
c. Pendidik tidak melakukan intimidasi terhadap nilai yang diberikan kepada peserta didiknya
d. Pendidik mau memberi kesempatan peserta didik untuk berkembang.
Adapun keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan metode tersebut yaitu, bagi pendidik keuntunganya ialah pendidik memperoleh kepuasan batin karena ilmu yang disampaikan dapat bermanfaat dan diterapkan oleh peserta didiknya. Sedangkan bagi peserta didik keuntungan yang dapat diperoleh ialah peserta didik akan mampu memahami dan menerapkan ilmu yang disampaikan oleh pendidik.
Dalam kehidupan pendidikan tentu tidak seluruhnya bisa menjalankan sistematika secara seimbang. Dalam metode-metode belajar dan mengajar yang baik tentu harus saling terikat. Maksudnya, saling melengkapi satu sama lain. Jika proses belajar dan mengajar tidak seimbang tentu tidak akan menghasilkan sesuatu yang optimal. Namun, disisi lain tentu ada pula kegiatan belajar mengajar yang tidak saling berkaitan. Satu sama lain tidak saling melengkapi.

Berikut beberapa metode mengajar yang kurang baik, diantaranya:
a. Pendidik tidak menguasai materi yang disampaikan
b. Pendidik tidak bisa menerima pembenaran materi dari peserta didik jika terdapat kesalahan
c. Pendidik melakukan intimidasi terhadap nilai yang diberikan kepada peserta didiknya
d. Pendidik tidak memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk berkembang.
Hal-hal yang memengaruhi timbulnya cara mengajar yang kurang baik yaitu:
a. Pendidik memiliki pola pikir yang sempit, sehingga tidak bisa menerima perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan
b. Pendidik tidak mau mengembangkan pikiran untuk maju.
Kerugian yang dapat ditimbulkan dari hal-hal tersebut adalah, yang pertama, bagi pendidik kerugian yang diperoleh ialah pendidik melakukan “pembodohan masal” karena pendidik tidak mengembangkan ilmunya. Sedangkan yang kedua bagi peserta didik, kerugian yang diperoleh ialah peserta didik menjadi cenderung pasif karena tidak bisa mengembangkan ide-idenya.
Untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan pendidik dan peserta didik hendaknya memiliki kemauan untuk saling mendorong agar dapat mencapai kemajuan yang optimal. Karena, tanpa kerja sama yang baik dari kedua belah pihak yakni pendidik dan peserta didik tidak akan menghasilkan apapun. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama yang baik dari pendidik dan peserta didiknya.

E. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar
Secara garis besar, faktor-faktor yang memengaruhi belajar anak atau individu dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a) Faktor Endogen
Faktor endogen atau faktor yang berada dalam diri individu meliputi dua faktor, yaitu:

b) Faktor fisik
Faktor fisik ini bisa kita kelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok, antara lain faktor kesehatan. Misalnya, anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Selain faktor kesehatan, ada faktor lain yang penting, yaitu cacat-cacat yang dibawa sejak anak berada dalam kandungan. Keadaan cacat ini juga menghambat keberhasilan seseorang.
c) Faktor Psikis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikis yang bisa memengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran.
d) Faktor inteligensi atau kemampuan
Pada dasarnya manusia itu berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan itu adalah dalam kemampuan atau inteligensi. Kenyataan menunjukkan, adanya orang yang dikarunia kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu. Dan sebaliknya, ada orang yang kemampuannya kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu. Dengan demikian, perbedaan dalam mempelajari sesuatu disebabkan, antara lain oleh perbedaan pada taraf kemampuannya. Kemampuan ini penting untuk mempelajari sesuatu.
e) Faktor perhatian dan minat
Bagi seorang anak, mempelajari suatu hal yang menarik suatu perhatian akan lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian. Dalam penyajian pelajaranpun, hal ini tidak bisa diabaikan, terutama anak kecil. Anak-anak akan tertarik pada hal-hal yang baru dan menyenangkan. Dalam hal minat, tentu saja seseorang yang menaruh minat pada suatu bidang akan lebih mudah mempelajari bidang tersebut. Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
f) Faktor bakat
Pada dasarnya bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang memiliki inteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.

g) Faktor motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor motivasi memegang peranan pula. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya anak dalam melakukan proses pembelajaran, baik disekolah maupun dirumah.
h) Faktor kematangan
Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan. Oleh karena itu, setiap usaha belajar akan berhasil bila dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu. Kematangan ini erat sekali hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.
i) Faktor kepribadian
Faktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar. Orang tua terkadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah makhluk kecil yang memiliki kepribadian sendiri. Jadi faktor kepribadian anak memengaruhi keadaan anak. Fase perkembangan seorang anak tidak selalu sama. Dalam proses pembentukan kepribadian ini, ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami kesulitan jika ia dipaksa melakukan hal-hal yang terjadi pada fase berikutnya. Anak yang memasuki fase sekolah sudah mulai tertarik pada hal-hal baru yang dapat melepaskan diri dari orang tua dalam waktu yang terbatas tanpa menyebabkan ketegangan bagi si anak.
j) Faktor Eksogen
Faktor eksogen berasal dari luar diri anak, faktor eksogen sebetulnya meliputi banyak hal, namun secara garis besar kita bisa membaginya dalam tiga faktor, diantaranya:
k) Faktor keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat, bagian ini menentukan keseluruhan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh kesejahteraan keluarga. Dan kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai sesuatu yang kecil, sebagai bagian dari sesuatu yang besar.
Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, dapat dibagi lagi menjadi tiga aspek, antara lain:
1. Kondisi ekonomi keluarga
Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kehidupan keluarga. Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini. Begitu pula faktor keberhasilan seorang anak.
2. Hubungan emosional orang tua dan anak
Hubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak. Dalam suasana rumah yang selalu ribut dengan pertengkaran akan mengakibatkan terganggunya ketenangan dan konsentrasi anak, sehingga anak tidak bisa belajar dengan baik.
3. Cara mendidik anak
Biasanya, setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik. Ada keluarga yang menjalankan cara-cara mendidik anaknya secara dictator militer, ada yang demokratis, pendapat anak diterima oleh orang tua, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarganya. Ketiga cara mendidik ini, langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh pada proses belajar anak.

l) Faktor sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat memengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.

m) Faktor lingkungan lain
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik, memiliki inteligensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya serta pelajarannya baik, belum tentu pula menjamin anak belajar dengan baik.
Keuntungan yang dapat diperoleh peserta didik dari faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peserta didik mampu menguasai materi
2. Peserta didik dapat berkembang
3. Peserta didik cenderung aktif untuk menerima materi
4. Peserta didik dapat menerapkan ilmunya
Sedangkan kerugian yang dapat ditimbulkan yaitu:
1. Peserta didik tidak mampu menguasai materi
2. Peserta didik cenderung tidak dapat berkembang
3. Peserta didik cenderung pasif untuk menrima materi
4. Peserta didik tidak dapat menerapkan ilmunya
Untuk solusi pemecahan yang dapat diambil, tentu harus ada usaha dari kedua belah pihak, dari pendidik dan peserta didik. Sebab, bila hanya berjalan salah satu dan tidak saling melengkapi tidak akan bisa mendapatkan hasil yang optimal. Bimbingan yang baik dan sistematis dari guru terhadap peserta didik yang mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam belajar, bisa membantu kesuksesan anak dalam belajar dan tentunya hal tersebut harus diimbangi dengan cara belajar peserta didik yang baik, agar mendapatkan hasil yang optimal.

F. Pendidik Prosfesional dan Kinerjanya
Dewasa ini penyelenggaraan pendidikan Indonesia memasuki era profesional. Peraturan perundangan banyak memberikan arah bagi pengembangnya dan pembinaan pendidik menjadi tenaga profesional untuk menghindari terjadinya PENTIP dan sebaliknya, memperkuat PENDIP. Program pendidikan profesi pendidik mulai mendapatkan perhatian.
Berbagai kaidah tentang sosok profesi yang memuat komponen pokok profesi dan bagaimana mengimplementasikannya dalam rangka pengembangan dan pemberian profesi pendidik merupakan keniscayaan. Kriteria profesi, trilogi profesi dan kemartabatan profesi merupakan acuan dasar bagi profesionalisasi pendidik.
Pendidik profesional yang dihasilkan oleh program pendidikan profesi, pendidik diharapkan menguasai secara mantap kaidah-kaidah profesi pendidik dan dapat mengimplementasikan keprofesionalan pendidik itu dalam tugas pokok dan fungsinya. Sebagai agen pembelajaran yang handal, pendidik profesional adalah pelaksana proses pembelajaran yang bermandat dalam bidang masing-masing.
Kinerja mereka, dalam keprofesionalan yang bermartabat diwadahi melalui pengelolaan pembelajaran yang berbasis kinerja profesi. Diantaranya berprinsip pada:
1. Pendidik sebagai agen pembelajaran, diprofesionalkan untuk menghindarkan terjadinya PENTIP dan sebaliknya, memperkuat PENDIP. Berbagai kaidah pokok PENDIP perlu dikuasai oleh pendidik professional yaitu:
a. Basis ilmu pendidikan
b. Paradigma pendidikan
c. Tujuan pendidikan
d. Pilar pembelajaran
e. Pengertian dan dimensi belajar
f. Trilogi
g. Paradigma dan energi pembelajaran
h. Tipe relasi pendidikan
i. Energi fungsional-profesional pendidik
j. Pendekatan dan sistem pengelolaan pembelajaran
k. Serta trilogi hasil belajar.
2. Selain menguasai kaidah-kaidah pokok PENDIP di atas, kaidah-kaidah keprofesionalan profesi menjadi acuan pokok pengembangan dan pembinaan pendidik menjadi tenaga professional penyandang gelar profesi. Keprofesian pendidik itu secara lengkap memenuhi kriteria profesi, komponen trilogy profesi sehingga profesi pendidik menjadi profesi yang benar-benar bermartabat.
3. Dalam trilogi profesinya, pendidik profesional menguasai:
a. Ilmu pendidikan sebagai komponen keilmuan dasar profesi
b. Isi, teknologi dan pengelolaan proses pembelajaran sebagai komponen praktik profesi
c. Pelaksanaan proses pembelajaran dalam berbagai bentuk dan formatnya sebagai komponen praktik profesi
4. Pendidik profesional disatuan pendidikan dasar dan menengah, penyelenggara utama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah guru dan konselor tamatan program PPG dan PPK.
5. Praktik profesional pendidik diselenggarakan dalam pengelolaan berbasis kinerja profesional. Kehandalan dalam penerapan langkah-langkah tersebut menjadi tuntutan utama pemenuhan tugas dan fungsi pendidik professional itu.

G. Hubungan cara mengajar dengan tingkat prestasi belajar peserta didik
Peran pendidik dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik sangatlah besar, karena tanpa pendidik dunia pendidikan hanyalah omong kosong. Para pendidik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar peserta didik. Bimbingan yang baik dan sistematis dari pendidik terhadap peserta didik yang mendapat kesulitan-kesulitan dalam hal belajar, bisa membantu kesuksesan peserta didik dalam hal belajar.
Dalam hal belajar di sekolah, faktor pendidik dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian pendidik, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki pendidik, dan bagaimana cara pendidik mengajarkan pengetahuan itu kepada peserta didiknya, bisa turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai peserta didik
Selain cara mengajar, faktor hubungan antara pendidik dan peserta didik juga ada pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dengan jelas, misalnya pada taman kanak-kanak. Seorang anak yang dekat dan mengagumi pendidiknya akan lebih mudah mendengarkan dan menagkap pelajaran dibandingkan dengan anak yang tidak senang terhadap pendidiknya. Semua pelajaran merupakan hal yang memberatkan dan tidak menyenangkan bagi si anak.
Faktor lain yang membantu kesungguhan belajar peserta didik di sekolah adalah faktor disiplin, sudah tentu peserta didik tidak akan serius dalam belajar, sehingga mutu pelajarannya akan menurun.
Selain itu ada beberapa cara untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik, bila kita sudah mempelajari berbagai teori kita harus menerapkan dalam situasi-situasi pendidikan yang nyata. Ada beberapa penerapan teori belajar untuk memperoleh output yang maksimal, antara lain:
a. Prinsip umpan balik
Dari prinsip-prinsip conditioning diketahui bahwa reindorcement atau penguatan hendaknya diberikan segera setelah suatu perilaku dijalankan. Umpan balik atau pengetahuan akan hasil belajar dapat menjadi penguat yang efektif bila diberikan dalam waktu yang terlalu lama dari saat hasil belajar itu dilakukan.
b. Mendayagunakan hadiah sebagai penguat positif
Walaupun hukuman dalam situasi tertentu cukup efektif, tetapi para pendidik lebih melihat hadiah mempunyai potensi yang paling besar untuk menjadi penguat.
c. Sikap belajar yang positif
Walaupun diakui bahwa latihan membantu belajar, tetapi akibat-akibat dari proses belajar juga menentukan suatu keberhasilan.
d. Belajar proses
Karena mempelajari pengetahuan atau keterampilan yang komplek membutuhkan pengertian yang bersifat Gestalt atau insight, maka metode menghadapi atau drilling, tidak akan banyak membantu. Untuk memperoleh insight diperlukan suatu proses belajar yang menuntut siswa aktif dan menemukan sendiri hubungan untuk pemecahan masalah dari gejala-gejala yang ia hadapi.
e. Perhatian terhadap perbedaan individu
Teori belajar kognitif yang mengakui pengaruh proses-proses mental, seperti motovasi dan harapan menunjukkan bahwa belajar tidak hanya tergantung tinggi rendahnya IQ seseorang.
f. Pendidik sebagai model belajar
Model belajar mencontohkan, banyak dipakai untuk mengajarkan berbagai keterampilan baru seperti bahasa asing, disiplin, sikap positif terhadap suatu pelajaran dan lain-lain.
g. Transfer belajar positif
Dalam memberikan pelajaran, seorang pendidik harus memerhatikan susunan materi, prosedur penyampaian, dan partisipasi apa yang diharapkan dari siswa sehingga terjadi transfer belajar positif.













BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Sejak awal adanya manusia proses peniruan berlangsung dalam kehidupan manusia. Dengan dasar peniruan itu kehidupan kemanusiaan berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman. Hal-hal pokok yang ditiru dalam hubungan dan kehidupan manusia berada dalam wujud kelima dimensi kemanusiaan, mengarah kepada “manusia seutuhnya”.
Proses peniruan berlangsung pada peserta didik dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Peserta didik cenderung meniru pendidik yang sukses. Pendidik sukses adalah teladan bagi peserta didiknya, sebagai tokoh identifikasi, sebagai fokus peserta didik menyarankan dirinya.
Untuk sukses dalam mendidik peserta didiknya, pendidik perlu menjalankan peran yang keseluruhannya bermaksud tertuju pada keberhasilan peserta didiknya. Pendidik adalah teladan untuk sukses bagi peserta didik. Teladan merupakan pengarahan tidak langsung bagi peserta didik.
Pendidik adalah significant person yang sangat besar pengaruhnya terhadap peserta didik. Penampilan pendidik dalam proses pembelajaran dengan dua pilarnya (kewibawaan dan kewiyataan) menjadi sumber materi pengarah dan keteladanan bagi peserta didiknya.








DAFTAR RUJUKAN

Atkinson, Rita L., et al., Pengantar Psikologi, Jilid 1, Edisi Kesebelas. Batam: Interaksara.

Burton, William. 1952. The Guidance of Learning Activities. New York: Appleton Century-Craf Inc.

Crow, Lester D. & Alice Crow. 1958. Educational Psychology. New York: American Book Company.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Effendi, Usman dan Juhaya S. Praja. 1993. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.
Good, Thomas L. & Jere E. Brophy. 1990. Educational Psychology: A Realistic Approach, 4th Edition. New York: Longman.

Hintzman, Douglas L., 1978. The Psychology of Learing and Memory. San Francisco: W.H. Freeman & Company.

Irwanto. Psikologi Umum. Jakarta: PT Prenhallindo.

Keraf, Gorys. 1994. Argumrntasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia

Morgan, Clifford T., 1961. Introduction to Psychology. London: McGraw Hiil Company Inc.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: UNP Press.

Purwanto, M. Ngalim. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Robinson, Francis P., 1977. Effecive Study. New York: Harper & Row.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Staton, Thomas F., 1952. How to Study. Temessee: McQuiddy Printing Company.

Walker. 1967. Conditionong and Instrumental Learning. California: Wadsworth Publishing Coy.

makalah bik

PROSES PEMBELAJARAN DAN PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK


MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Bapak Didin Widiarwartono,S.S,S.Pd,M.Pd


Oleh:
Lailatul Fitriyah
208231416652












FAKULTAS SASTRA
JURUSAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Oktober, 2009

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan salah satu komponen yang tidak terpisahkan. Disamping itu, proses berpikir juga melekat dalam suatu kegiatan belajar.
“Pendidikan itu bermacam-macam tetapi satu, yaitu upaya memuliakan kemanusiaan manusia”. Dalam pandangan seperti itu ditarik beberapa pemaknaan bahwa:
1. Kondisi rendahnya mutu pendidikan di tanah air, jika memang demikian kondisinya, memerlukan pencermatan yang mendalam tentang faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Tidak diperhatikannya ilmu pendidikan dan merajalelanya kecelakaan pendidikan merupakan akar rendahnya mutu pendidikan itu.
2. Kondisi pendidikan tanpa ilmu pendidikan harus dicegah dan diganti dengan diperhatikannya pendidikan dengan ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan yang mana? Yaitu ilmu pendidikan yang jelas sosok dan arahnya, solid dan dapat diterapkan dalam praktik pendidikan disegenap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, yang menjadi roh dan arah pelaksanaan pendidikan dengan ilmu pendidikan.
3. Kesejatian manusia dalam kehidupannya di dunia dan akhirat menjadi landasan tentang kegiatan belajar dan proses pembelajaran. Harkat dan martabat manusia yang meliputi seluruh unsur dalam kmponen hakikat, dimensi, dan pancadaya kemanusiaan menjadi basis keilmuan pendidikan yang dimaksudkan.
4. Kegiatan pendidikan memerlukan wujud otentik harkat dan martabat manusia dalam sosok hubungan pendidik dan peserta didik demi tercapainya tujuan pendidikan yang tidak lain adalah pengembangan harkat dan martabat manusia iu dengan segenap kandungannya. Proses pembelajaran sebagai aktualisasi kegiatan pendidikan merupakan upaya mendasar bagi pemuliaan kemanusiaan manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian belajar menurut Walker dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967)?
2. Apa yang dimaksud proses pembelajaran?
3. Sebutkan metode-metode pembelajaran menurut para ahli?
4. Sebutkan macam-macam cara berfikir?

C. Tujuan
1. Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman
2. Runtutan pemrosesan kegiatan untuk mencapai suatu tujan
3. Metode SQ3R, PQRST, Quantum Learning
4. Berfikir Autistik dan Realistik



BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu bentuk yang amat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Belajar membantu manusia menyesuaikan diri (adaptasi) dengan lingkungannya. Dengan adanya proses belajar inilah manusia bertahan hidup.
Belajar secara sederhana dikatakan sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi itu harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak tampak tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi dimasa mendatang. Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pengalaman.
Perubahan yang terjadi karena pengalaman ini membedakan dengan perubahan-perubahan lain yang disebabkan oleh kemasakan, kerusakan fisik (baik karena pengaruh obat-obat berbahaya seperti psikoaktiva maupun karena kecelakaan atau penyakit tertentu), atau sebab-sebab lain yang menyebabkan perubahan-perubahan non-permanen (lelah, mengantuk dan sebagainya).
Para ahli berusaha merumuskan definisi tentang belajar. Di bawah ini dikemukakan beberapa rumusan, diantaranya:
1. Dalam bukunya Conditioning and Instrumental Learning (1967), Walker mengemukakan arti belajar dengan kata-kata yang singkat, yakni “Perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman”. Definisi yang singkat dan sederhana ini tampaknya mencakup pengertian dari variabilitas-variabilitas yang merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap perubahan dari perbuatan. Selain itu, Walker menggunakan susunan kata “perubahan perbuatan” berlawanan dengan “perbaikan perbuatan” yang lebih banyak digunakan, sebab dalam belajar, orang dapat memperoleh, baik kebiasaan-kebiasaan yang buruk maupun kebiasaan-kebiasaan yang baik.
2. C.T. Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology (1961), merumuskan belajar sebagai “Suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu”. Menurut Morgan, berbagai perubahan tingkah laku yang bisa diamati pada perkembangan seseorang bayi hingga dewasa, terdapat tiga hal, yaitu:
a. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses fisiologis, misalnya sakit, penyakit.
b. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses pematangan (maturation).
c. Perubahan yang terjadi karena adanya proses-proses belajar.
3. Dalam Educational Psychology: a Realistic Approach (1977), Good & Boophy mengartikan belajar sebagai “The development of new associations as a result of experience”. Bertitik tolak dari definisi ini, mereka selanjutnya menjelaskan bahwa belajar merupakan proses yang benar-benar bersifat internal.
4. Crow & Crow, dalam buku Educational Psychology (1958), menyatakan, ”Learning is acquisition of habits, knowledge, and attitude”, Belajar adalah memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Menurut mereka, hal-hal yang dirumuskan di atas meliputi cara-cara yang baru guna melakukan suatu upaya memperoleh penyesuaian diri terhadap situasi yang baru.
5. Dalam bukunya The Psychology of Learningories and Memory (1978), Hintzman berpendapat, Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior”. Belajar ialah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan pengalaman tersebut yang bisa memengaruhi tingkah laku organisme itu.
6. Lurine, seperti dikutip Effendi & Praja (1993), dalam bukunya Building the High School Curriculum (1958) mengemukakan, “Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Menurut pengertian ini, belajar merupakan proses, kegiatan dan bukan hasil atau tujuan.
7. Dalam bukunya Introduction to Psychology, Artkinson dan kawan-kawan mendefinisikan belajar sebagai “Perubahan yang relatif permanen pada perilaku yang terjadi akibat latihan”. Artkinson tidak memasukkan perubahan perilaku yang terjadi karena maturasi (bukannya latihan), atau pengondisian sementara suatu organisme.
8. Hilgard & Bower dalam Theories of Learning, seperti dikutip Purwanto (1998), mengemukakan,”Belajar berhubungan dengan perubaha tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, atau pengaruh obat).
Berdasarkan beberapa rumusan definisi di atas, bisa dikemukakan beberapa unsur penting yang menjadi ciri atas pengertian mengenai belajar, yaitu sebagai berikut:
1. Situasi belajar harus bertujuan, dan tujuan-tujuan tersebut diterima, baik oleh individu maupun masyarakat.
2. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dan perubahan itu bisa mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, akan tetapi juga ada kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk.
3. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman, dalam arti, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sabagai hasil belajar.
4. Untuk bisa disebut belajar, perubahan itu harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada periode waktu yang cukup panjang. Seberapa lama periode waktu itu berlangsung, sulit ditentukan dengan pasti, namun perubahan itu hendaknya merupakam akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan, ataupun bertahun-tahun.
5. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut aspek-aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, keterampilan, kecakapan, sikap ataupun kebiasaan.

B. Belajar sebagai Suatu Proses
Apakah yang dimaksud proses itu? Proses, yang sering kita gunakan dalam percakapan sehari-hari, adalah kata yang berasal dari bahasa Latin “processusi”, yang artinya “berjalan ke depan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) mengartikan proses sebagai: (1) runtunan perubahan (peristiwa) dalam perkembangan sesuatu; (2) rangkaian tindakan, pembuatan, atau pengolahan yang menghasilkan produk; (3) perkara di pengadilan.
Belajar pada dasarnya bukanlah suatu tujuan atau benda, tetapi merupakan suatau proses kegiatan untuk mencapai tujuan. Pengertian proses di sini merupakan “cara” mencapai tujuan atau benda. Inilah langkah-langkah atau prosedur yang ditempuh. Dalam belajar, setiap kegiatan saling berinteraksi atau saling memengaruhi.
Proses dalam belajar merupakan faktor yang paling penting. Proses sebetulnya menekankan kreativitas. Pada umumnya, proses berkenaan dengan cara belajar berkembang, bagaimana siswa bergaul dengan guru, bagaimana siswa terlibat dalam proses itu.
Beberapa sifat proses belajar:
1. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungan
Dari lingkungannya, si anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Menyediakan suatu lingkungan belajar yang kaya dengan stimulus berarti membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan kata lain, lingkungan yang tidak dapat mengadakan stimuli, dapat menghambat perkembangan anak.
2. Belajar berarti “berbuat”
Belajar adalah suatu kegiatan. Dengan bermain, berbuat, bekerja dengan alat-alat, banyak hal menjadi jelas. Sebab, dengan berbuat, anak menghayati sesuatu dengan seluruh indra dan jiwanya. Konsep-konsep menjadi terang dan dipahami oleh anak, sehingga betul-betul menjadi milik anak.
3. Belajar berarti “mengalami”
Dengan mengalami berulang-ulang, perbuatan menjadi semakin efektif, teknik menjadi semakin lancar, konsep makin lama semakin terang, dan generalisasi makin mudah disimpulkan. Belajar adalah pertumbuhan dan pertumbuhan memerlukan waktu dan pengalaman.
4. Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan
Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan anak karena adanya dorongan akan kesibukan. Dorongan ini akan membawa anak ke tingkat perkembangan yang dibutuhkan untuk memahami lingkungannnya, agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan itu.

5. Belajar memerlukan motivasi
Pemenuhan kebutuhan merupakan motivasi untuk melakukan suatu kegiatan. Banyak jenis kebutuhan, antra lain kebutuhan untuk mengetahui dan menyelidiki, kebutuhan untuk memperbaiki prestasi, kebutuhan untuk mendapat kepuasan atas hasil pekerjaan.
6. Belajar memerlukan kesiapan pada pihak anak
7. Kesiapan ini merupakan suatu keadaan rohaniah (emosional, intelektual, dan sosial). Dalam keadaan ini, anak merasa siap dan sanggup untuk menerima tugas perkembangan atau pelajaran baru.
8. Belajar memerlukan kesaiapan pada pihak anak
Belajar merupakan aktivitas yang membawa anak dari tingkat berpikir konkret menjadi tingkat berpikir abstrak. Pada suatu saat dalam perkembangannya, anak harus berpikir secara abstrak.
9. Belajar bersifat integrative
Sejak dilahirkan, anak merupakan suatu totalitas dalam perkembangannya. Secara total, ia mengadakan interaksi dengan lingkungannya dan segala sesuatu memengaruhi secara total.
Dalam bukunya The Guidance of Learning Activities, Burton (1952:316-317) menyimpulkan proses belajar sebagai berikut:
1. Proses belajar adalah mengalami, melakukan, memberikan reaksi, dan melampaui.
2. Proses belajar mengalami berbagai macam pengalaman serta mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada tujuan tertentu.
3. Proses dan pengalaman belajar secara maksimum bermakna untuk kehidupan individu.
4. Proses belajar bersumber dari kebutuhan dan tujuan individu sendiri yang mendorong motivasi secara kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas dan lingkungan.
6. Proses dan hasil belajar secara material dipengaruhi oleh berbagai perbedaan individual dikalangan individu-individu.
7. Proses belajar berjalan secara efektif jika pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang diharapkan disesuaikan dengan kematangan individu.
8. Proses yang terbaik ialah jika pelajar mengetahui status serta kemajuannya.
9. Proses belajar adalah fungsional dari produser-produser.
10. Proses belajar berjalan secara efektif di bawah bimbingan yang memberikan rangsangan, tanpa ada paksaan atau tekanan.
Dalam suatu proses belajar, salah satu hal yang tidak terpisahkan didalamnya alah berfikir. Dimana berfikir merupakan, suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Sehingga, belajar tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa disertai dengan berpikir.
Secara garis besar, ada dua macam berfikir, yaitu: berfikir autistik dan berfikir realistik (Rahmat, 1994:64). Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Adapun berfikir realistik yaitu, berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch (1967), seperti dikutip Rakhmat (1996:64), menyebut tiga macam berpikir realistik, diantaranya:
1. Berpikir Deduktif
Deduktif merupakan sifat deduksi. Kata deduksi berasal dari kata latin deducere (de berarti “dari” dan kata ducere berarti “mengantar”). Dengan demikian, kata deduksi yang diturunkan dari kata berarti mengantar dari suatu hal ke hal lain. Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduksi merupakan proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari proposisi yang sudah ada, menuju proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan (Keraf, 1994:57).
2. Berpikir Induktif
Induktif artinya bersifat induksi. Induksi adalah proses berpikir yang bertolak dari satu atau sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebih jauh ke proses penalaran induktif, proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir ilmiah. Namun, induksi tidak akan banyak manfaatnya jika tidak diikuti oleh proses berpikir yang pertama, yaitu deduksi, seperti telah kita bicarakan sebelumnya.
3. Berpikir Evaluatif
Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita tidak menambah atau mengurangi gagasan. Kita menilainya menurut kriteria tertentu (Rakhmat, 1994).

C. Hubungan Belajar dan Berpikir
Belajar dan berpikir merupakan dua proses yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demikian, keduanya merupakan proses-proses yang berbeda. Belajar adalah suatu proses terjadinya perubahan perilaku, tetapi berpikir tidak selalu menghasilkan perilaku.
Berpikir merupakan suatu proses mental yang tidak kasat mata. Proses ini hanya dapat diamati dari perilaku yang tampak. Dengan kata lain proses berpikir hanya dapat disimpulkan dari perilaku yang diperkirakan diarahkan oleh pikiran sebagai perilaku yang terorganisasi, bukan perilaku yang terjadi secara sembarangan.
Berpikir tidak dapat diamati langsung karena merupakan suatu representasi simbolis baik dari suatu objek, peristiwa, ide, atau hubungan-hubungan antara hal-hal tersebut. Representasi simbolis dalam kerangka mental itu kemudian diolah sedemikian rupa sehingga terjadi suatu proses berpikir. Berpikir tidak selalu memecahkan suatu masalah, tetapi juga untuk membentuk suatu konsep tertentu, atau menimbulkan ide-ide kreatif. Secara singkat, berpikir merupakan suatu proses pengolahan simbolis yang diarahkan pada pengertian yang lebih mengenai lingkungan dan dirinya sendiri.

D. Metode Belajar dan Mengajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1962:652) menyebut metode sebagai “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan, dsb),” atau “cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.


Beberapa metode-metode belajar menurut para ahli, diantaranya:
1. Metode SQ3R ( menurut Francis P. Robinson)
Metode tersebut merupakan kependekan dari lima tugas yang harus kita hadapi atau lakukan, yaitu:
a. Survey (menyelidiki)
b. Question (bertanya)
c. Read (membaca)
d. Recite (menceritakan kembali)
e. Review (mengulang)
2. Metode PQRST (menurut Thomas F. Staton dalam bukunya How To Study)
Metode PQRST hampir sama dengan SQ3R yang merupakan singkatan dari:
a. Preview (menyelidiki)
b. Question (bertanya)
c. Read (membaca)
d. State (menyatakan)
e. Test (menguji)
3. Metode Quantum Learning
Metode ini memberi kiat-kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses yang bisa menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat, dan menjadikan belajar sebagai proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov, seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan apa yang disebutnya sebagai “suggestology” atau “suggestopedia”. Prinsipnya adalah sugesti dapat dan pasti memengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apa pun memberikan sugesti positif ataupun negatif (DePorter & Henarcki, 1999:14).
Teknik-teknik yang digunakan untuk memberikan sugesti positif adalah mendudukan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam seni pengajaran sugestif.
Istilah lain yang hampir dapat dipertukarkan dengan suggestology adalah “pemercepatan belajar” (accelerated learning). Pemercepatan belajar didefinisikan sebagai “memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan, upaya yang normal, dan bersama dengan kegembiraan” (DePorter & Hernacki, 1999:14). Cara ini menyatukan unsur-unsur yang secara sekilas tampak tidak mempunyai persamaan: hiburan, permainan, warna, cara berpikir positif, kebugaran fisik, dan kesehatan emosional. Namun, semua unsur ini bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman belajar yang efektif.
Beberapa metode-metode mengajar yang baik, diantaranya:
a. Pendidik harus menguasai materi yang akan diberikan
b. Pendidik dengan besar hati mau menerima pembenaran materi dari peserta didik jika ada kesalahan
c. Pendidik tidak melakukan intimidasi terhadap nilai yang diberikan kepada peserta didiknya
d. Pendidik mau memberi kesempatan peserta didik untuk berkembang.
Adapun keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan metode tersebut yaitu, bagi pendidik keuntunganya ialah pendidik memperoleh kepuasan batin karena ilmu yang disampaikan dapat bermanfaat dan diterapkan oleh peserta didiknya. Sedangkan bagi peserta didik keuntungan yang dapat diperoleh ialah peserta didik akan mampu memahami dan menerapkan ilmu yang disampaikan oleh pendidik.
Dalam kehidupan pendidikan tentu tidak seluruhnya bisa menjalankan sistematika secara seimbang. Dalam metode-metode belajar dan mengajar yang baik tentu harus saling terikat. Maksudnya, saling melengkapi satu sama lain. Jika proses belajar dan mengajar tidak seimbang tentu tidak akan menghasilkan sesuatu yang optimal. Namun, disisi lain tentu ada pula kegiatan belajar mengajar yang tidak saling berkaitan. Satu sama lain tidak saling melengkapi.

Berikut beberapa metode mengajar yang kurang baik, diantaranya:
a. Pendidik tidak menguasai materi yang disampaikan
b. Pendidik tidak bisa menerima pembenaran materi dari peserta didik jika terdapat kesalahan
c. Pendidik melakukan intimidasi terhadap nilai yang diberikan kepada peserta didiknya
d. Pendidik tidak memberikan kesempatan kepada peserta didiknya untuk berkembang.
Hal-hal yang memengaruhi timbulnya cara mengajar yang kurang baik yaitu:
a. Pendidik memiliki pola pikir yang sempit, sehingga tidak bisa menerima perubahan-perubahan dalam dunia pendidikan
b. Pendidik tidak mau mengembangkan pikiran untuk maju.
Kerugian yang dapat ditimbulkan dari hal-hal tersebut adalah, yang pertama, bagi pendidik kerugian yang diperoleh ialah pendidik melakukan “pembodohan masal” karena pendidik tidak mengembangkan ilmunya. Sedangkan yang kedua bagi peserta didik, kerugian yang diperoleh ialah peserta didik menjadi cenderung pasif karena tidak bisa mengembangkan ide-idenya.
Untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan pendidik dan peserta didik hendaknya memiliki kemauan untuk saling mendorong agar dapat mencapai kemajuan yang optimal. Karena, tanpa kerja sama yang baik dari kedua belah pihak yakni pendidik dan peserta didik tidak akan menghasilkan apapun. Oleh sebab itu, diperlukan kerja sama yang baik dari pendidik dan peserta didiknya.

E. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar
Secara garis besar, faktor-faktor yang memengaruhi belajar anak atau individu dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu:
a) Faktor Endogen
Faktor endogen atau faktor yang berada dalam diri individu meliputi dua faktor, yaitu:

b) Faktor fisik
Faktor fisik ini bisa kita kelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok, antara lain faktor kesehatan. Misalnya, anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat. Selain faktor kesehatan, ada faktor lain yang penting, yaitu cacat-cacat yang dibawa sejak anak berada dalam kandungan. Keadaan cacat ini juga menghambat keberhasilan seseorang.
c) Faktor Psikis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikis yang bisa memengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran.
d) Faktor inteligensi atau kemampuan
Pada dasarnya manusia itu berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan itu adalah dalam kemampuan atau inteligensi. Kenyataan menunjukkan, adanya orang yang dikarunia kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu. Dan sebaliknya, ada orang yang kemampuannya kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu. Dengan demikian, perbedaan dalam mempelajari sesuatu disebabkan, antara lain oleh perbedaan pada taraf kemampuannya. Kemampuan ini penting untuk mempelajari sesuatu.
e) Faktor perhatian dan minat
Bagi seorang anak, mempelajari suatu hal yang menarik suatu perhatian akan lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian. Dalam penyajian pelajaranpun, hal ini tidak bisa diabaikan, terutama anak kecil. Anak-anak akan tertarik pada hal-hal yang baru dan menyenangkan. Dalam hal minat, tentu saja seseorang yang menaruh minat pada suatu bidang akan lebih mudah mempelajari bidang tersebut. Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
f) Faktor bakat
Pada dasarnya bakat itu mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang memiliki inteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.

g) Faktor motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor motivasi memegang peranan pula. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya anak dalam melakukan proses pembelajaran, baik disekolah maupun dirumah.
h) Faktor kematangan
Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan. Oleh karena itu, setiap usaha belajar akan berhasil bila dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu. Kematangan ini erat sekali hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.
i) Faktor kepribadian
Faktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar. Orang tua terkadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah makhluk kecil yang memiliki kepribadian sendiri. Jadi faktor kepribadian anak memengaruhi keadaan anak. Fase perkembangan seorang anak tidak selalu sama. Dalam proses pembentukan kepribadian ini, ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami kesulitan jika ia dipaksa melakukan hal-hal yang terjadi pada fase berikutnya. Anak yang memasuki fase sekolah sudah mulai tertarik pada hal-hal baru yang dapat melepaskan diri dari orang tua dalam waktu yang terbatas tanpa menyebabkan ketegangan bagi si anak.
j) Faktor Eksogen
Faktor eksogen berasal dari luar diri anak, faktor eksogen sebetulnya meliputi banyak hal, namun secara garis besar kita bisa membaginya dalam tiga faktor, diantaranya:
k) Faktor keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat, bagian ini menentukan keseluruhan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh kesejahteraan keluarga. Dan kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai sesuatu yang kecil, sebagai bagian dari sesuatu yang besar.
Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, dapat dibagi lagi menjadi tiga aspek, antara lain:
1. Kondisi ekonomi keluarga
Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kehidupan keluarga. Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini. Begitu pula faktor keberhasilan seorang anak.
2. Hubungan emosional orang tua dan anak
Hubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak. Dalam suasana rumah yang selalu ribut dengan pertengkaran akan mengakibatkan terganggunya ketenangan dan konsentrasi anak, sehingga anak tidak bisa belajar dengan baik.
3. Cara mendidik anak
Biasanya, setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik. Ada keluarga yang menjalankan cara-cara mendidik anaknya secara dictator militer, ada yang demokratis, pendapat anak diterima oleh orang tua, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarganya. Ketiga cara mendidik ini, langsung atau tidak langsung dapat berpengaruh pada proses belajar anak.

l) Faktor sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat memengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak.

m) Faktor lingkungan lain
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik, memiliki inteligensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya serta pelajarannya baik, belum tentu pula menjamin anak belajar dengan baik.
Keuntungan yang dapat diperoleh peserta didik dari faktor-faktor tersebut adalah:
1. Peserta didik mampu menguasai materi
2. Peserta didik dapat berkembang
3. Peserta didik cenderung aktif untuk menerima materi
4. Peserta didik dapat menerapkan ilmunya
Sedangkan kerugian yang dapat ditimbulkan yaitu:
1. Peserta didik tidak mampu menguasai materi
2. Peserta didik cenderung tidak dapat berkembang
3. Peserta didik cenderung pasif untuk menrima materi
4. Peserta didik tidak dapat menerapkan ilmunya
Untuk solusi pemecahan yang dapat diambil, tentu harus ada usaha dari kedua belah pihak, dari pendidik dan peserta didik. Sebab, bila hanya berjalan salah satu dan tidak saling melengkapi tidak akan bisa mendapatkan hasil yang optimal. Bimbingan yang baik dan sistematis dari guru terhadap peserta didik yang mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam belajar, bisa membantu kesuksesan anak dalam belajar dan tentunya hal tersebut harus diimbangi dengan cara belajar peserta didik yang baik, agar mendapatkan hasil yang optimal.

F. Pendidik Prosfesional dan Kinerjanya
Dewasa ini penyelenggaraan pendidikan Indonesia memasuki era profesional. Peraturan perundangan banyak memberikan arah bagi pengembangnya dan pembinaan pendidik menjadi tenaga profesional untuk menghindari terjadinya PENTIP dan sebaliknya, memperkuat PENDIP. Program pendidikan profesi pendidik mulai mendapatkan perhatian.
Berbagai kaidah tentang sosok profesi yang memuat komponen pokok profesi dan bagaimana mengimplementasikannya dalam rangka pengembangan dan pemberian profesi pendidik merupakan keniscayaan. Kriteria profesi, trilogi profesi dan kemartabatan profesi merupakan acuan dasar bagi profesionalisasi pendidik.
Pendidik profesional yang dihasilkan oleh program pendidikan profesi, pendidik diharapkan menguasai secara mantap kaidah-kaidah profesi pendidik dan dapat mengimplementasikan keprofesionalan pendidik itu dalam tugas pokok dan fungsinya. Sebagai agen pembelajaran yang handal, pendidik profesional adalah pelaksana proses pembelajaran yang bermandat dalam bidang masing-masing.
Kinerja mereka, dalam keprofesionalan yang bermartabat diwadahi melalui pengelolaan pembelajaran yang berbasis kinerja profesi. Diantaranya berprinsip pada:
1. Pendidik sebagai agen pembelajaran, diprofesionalkan untuk menghindarkan terjadinya PENTIP dan sebaliknya, memperkuat PENDIP. Berbagai kaidah pokok PENDIP perlu dikuasai oleh pendidik professional yaitu:
a. Basis ilmu pendidikan
b. Paradigma pendidikan
c. Tujuan pendidikan
d. Pilar pembelajaran
e. Pengertian dan dimensi belajar
f. Trilogi
g. Paradigma dan energi pembelajaran
h. Tipe relasi pendidikan
i. Energi fungsional-profesional pendidik
j. Pendekatan dan sistem pengelolaan pembelajaran
k. Serta trilogi hasil belajar.
2. Selain menguasai kaidah-kaidah pokok PENDIP di atas, kaidah-kaidah keprofesionalan profesi menjadi acuan pokok pengembangan dan pembinaan pendidik menjadi tenaga professional penyandang gelar profesi. Keprofesian pendidik itu secara lengkap memenuhi kriteria profesi, komponen trilogy profesi sehingga profesi pendidik menjadi profesi yang benar-benar bermartabat.
3. Dalam trilogi profesinya, pendidik profesional menguasai:
a. Ilmu pendidikan sebagai komponen keilmuan dasar profesi
b. Isi, teknologi dan pengelolaan proses pembelajaran sebagai komponen praktik profesi
c. Pelaksanaan proses pembelajaran dalam berbagai bentuk dan formatnya sebagai komponen praktik profesi
4. Pendidik profesional disatuan pendidikan dasar dan menengah, penyelenggara utama KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) adalah guru dan konselor tamatan program PPG dan PPK.
5. Praktik profesional pendidik diselenggarakan dalam pengelolaan berbasis kinerja profesional. Kehandalan dalam penerapan langkah-langkah tersebut menjadi tuntutan utama pemenuhan tugas dan fungsi pendidik professional itu.

G. Hubungan cara mengajar dengan tingkat prestasi belajar peserta didik
Peran pendidik dalam meningkatkan prestasi belajar peserta didik sangatlah besar, karena tanpa pendidik dunia pendidikan hanyalah omong kosong. Para pendidik yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar peserta didik. Bimbingan yang baik dan sistematis dari pendidik terhadap peserta didik yang mendapat kesulitan-kesulitan dalam hal belajar, bisa membantu kesuksesan peserta didik dalam hal belajar.
Dalam hal belajar di sekolah, faktor pendidik dan cara mengajarnya merupakan faktor yang penting. Bagaimana sikap dan kepribadian pendidik, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki pendidik, dan bagaimana cara pendidik mengajarkan pengetahuan itu kepada peserta didiknya, bisa turut menentukan hasil belajar yang dapat dicapai peserta didik
Selain cara mengajar, faktor hubungan antara pendidik dan peserta didik juga ada pengaruhnya. Hal ini dapat dilihat dengan jelas, misalnya pada taman kanak-kanak. Seorang anak yang dekat dan mengagumi pendidiknya akan lebih mudah mendengarkan dan menagkap pelajaran dibandingkan dengan anak yang tidak senang terhadap pendidiknya. Semua pelajaran merupakan hal yang memberatkan dan tidak menyenangkan bagi si anak.
Faktor lain yang membantu kesungguhan belajar peserta didik di sekolah adalah faktor disiplin, sudah tentu peserta didik tidak akan serius dalam belajar, sehingga mutu pelajarannya akan menurun.
Selain itu ada beberapa cara untuk mengoptimalkan hasil belajar peserta didik, bila kita sudah mempelajari berbagai teori kita harus menerapkan dalam situasi-situasi pendidikan yang nyata. Ada beberapa penerapan teori belajar untuk memperoleh output yang maksimal, antara lain:
a. Prinsip umpan balik
Dari prinsip-prinsip conditioning diketahui bahwa reindorcement atau penguatan hendaknya diberikan segera setelah suatu perilaku dijalankan. Umpan balik atau pengetahuan akan hasil belajar dapat menjadi penguat yang efektif bila diberikan dalam waktu yang terlalu lama dari saat hasil belajar itu dilakukan.
b. Mendayagunakan hadiah sebagai penguat positif
Walaupun hukuman dalam situasi tertentu cukup efektif, tetapi para pendidik lebih melihat hadiah mempunyai potensi yang paling besar untuk menjadi penguat.
c. Sikap belajar yang positif
Walaupun diakui bahwa latihan membantu belajar, tetapi akibat-akibat dari proses belajar juga menentukan suatu keberhasilan.
d. Belajar proses
Karena mempelajari pengetahuan atau keterampilan yang komplek membutuhkan pengertian yang bersifat Gestalt atau insight, maka metode menghadapi atau drilling, tidak akan banyak membantu. Untuk memperoleh insight diperlukan suatu proses belajar yang menuntut siswa aktif dan menemukan sendiri hubungan untuk pemecahan masalah dari gejala-gejala yang ia hadapi.
e. Perhatian terhadap perbedaan individu
Teori belajar kognitif yang mengakui pengaruh proses-proses mental, seperti motovasi dan harapan menunjukkan bahwa belajar tidak hanya tergantung tinggi rendahnya IQ seseorang.
f. Pendidik sebagai model belajar
Model belajar mencontohkan, banyak dipakai untuk mengajarkan berbagai keterampilan baru seperti bahasa asing, disiplin, sikap positif terhadap suatu pelajaran dan lain-lain.
g. Transfer belajar positif
Dalam memberikan pelajaran, seorang pendidik harus memerhatikan susunan materi, prosedur penyampaian, dan partisipasi apa yang diharapkan dari siswa sehingga terjadi transfer belajar positif.













BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Sejak awal adanya manusia proses peniruan berlangsung dalam kehidupan manusia. Dengan dasar peniruan itu kehidupan kemanusiaan berlangsung terus menerus dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman. Hal-hal pokok yang ditiru dalam hubungan dan kehidupan manusia berada dalam wujud kelima dimensi kemanusiaan, mengarah kepada “manusia seutuhnya”.
Proses peniruan berlangsung pada peserta didik dalam keseluruhan kegiatan pendidikan. Peserta didik cenderung meniru pendidik yang sukses. Pendidik sukses adalah teladan bagi peserta didiknya, sebagai tokoh identifikasi, sebagai fokus peserta didik menyarankan dirinya.
Untuk sukses dalam mendidik peserta didiknya, pendidik perlu menjalankan peran yang keseluruhannya bermaksud tertuju pada keberhasilan peserta didiknya. Pendidik adalah teladan untuk sukses bagi peserta didik. Teladan merupakan pengarahan tidak langsung bagi peserta didik.
Pendidik adalah significant person yang sangat besar pengaruhnya terhadap peserta didik. Penampilan pendidik dalam proses pembelajaran dengan dua pilarnya (kewibawaan dan kewiyataan) menjadi sumber materi pengarah dan keteladanan bagi peserta didiknya.








DAFTAR RUJUKAN

Atkinson, Rita L., et al., Pengantar Psikologi, Jilid 1, Edisi Kesebelas. Batam: Interaksara.

Burton, William. 1952. The Guidance of Learning Activities. New York: Appleton Century-Craf Inc.

Crow, Lester D. & Alice Crow. 1958. Educational Psychology. New York: American Book Company.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 1999. Quantum Learning, Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Bandung: Kaifa.

Effendi, Usman dan Juhaya S. Praja. 1993. Pengantar Psikologi. Bandung: Angkasa.
Good, Thomas L. & Jere E. Brophy. 1990. Educational Psychology: A Realistic Approach, 4th Edition. New York: Longman.

Hintzman, Douglas L., 1978. The Psychology of Learing and Memory. San Francisco: W.H. Freeman & Company.

Irwanto. Psikologi Umum. Jakarta: PT Prenhallindo.

Keraf, Gorys. 1994. Argumrntasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia

Morgan, Clifford T., 1961. Introduction to Psychology. London: McGraw Hiil Company Inc.

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: UNP Press.

Purwanto, M. Ngalim. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Robinson, Francis P., 1977. Effecive Study. New York: Harper & Row.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Staton, Thomas F., 1952. How to Study. Temessee: McQuiddy Printing Company.

Walker. 1967. Conditionong and Instrumental Learning. California: Wadsworth Publishing Coy.

BIOGRAFI

BIOGRAFI

Lailatul Fitriyah lahir di Pasuruan,Jawa Timur 4 Desember 1989, dibesarkan dilingkungan pedesaan dan lingkungan Pesantren Salafiah. Tahun 2003 menamatkan Sekolah Dasar. Tahun 2006 menamatkan Sekolah Sanawiyah (MTs). Sekaligus pada tahun 2008 menamatkan sekolahnya di Madrasah Aliah (MA) di Pondok Pesantren Darul-taqwa 02 Purwosari-Pasuruan. Pendidikan non-formal ditempuhnya di Madrasah Miftahul Ulum cabang pondok pesantren Sidogiri Pasuruan, kemudian di Pondok Salafiyah Darut Taqwa 02 Purwosari-Pasuruan. Sekarang menjadi mahasiswi Universitas Negeri Malang, dijurusan S1 Pendidikan Bahasa Arab, angkatan 2008.

Selama masa kecil, aktif di Organisasi Intra Sekolah dan di Majelis Perwakilan Kelas. Tapi, sekarang ingin jauh dari Organisasi dan memfokuskan hanya pada perkuliahan.

mempunyai hobi menulis arab(Hottil a’robi). Dan mulai dari sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah atas, menjadi juara kelas. Dan juga pernah mendapat juara I Baca Kitab Kuning kosongan di Pondok Pesantrennya.

www.laila-fit.blogspot.com

Selasa, 15 Desember 2009

Sistem Pendidikan Indonesia Memprihatinkan

Sistem Pendidikan Indonesia Memprihatinkan

SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA MEMPRIHATINKAN

Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4 atau 5 di raport dan lain sebagainya. Mengapa guru bersikap demikian, mengapa nilai siswa-siswa banyak yang belum tuntas, salahkah guru?? Jawabannya bisa ya bisa tidak, bisa ya karena mungkin guru tersebut tidak memiliki kompetensi mengajar yang memadai, bisa tidak, karena sistem pendidikan Indonesia mengharuskan siswa mempelajari bidang studi yang terlalu banyak. Rata-rata bidang studi yang harus mereka pelajari selama satu tahun pelajaran adalah 16 bidang studi, dengan materi untuk tiap bidang studi juga banyak, abstrak dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.

Terus terang dalam hal ini saya lebih senang menyalahkan sistem pendidikan Indonesia, sistem pendidikan kita terlalu memaksa anak untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek, dan lain-lain. Yang pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran siswa terlalu banyak, kemudian guru melakukan manipulasi nilai raport. Nilai raport inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah atau ikut PMDK dan lain sebagainya. Tahukah siswa akan kenyataan pahit ini? Lalu apakah UN solusi untuk melihat kemampuan siswa? Bukan, karena UN tidak adil, bahwa kemampuan siswa tidak dapat distandardisasi.

Saya yakin Allah menciptakan manusia tidak ada yang bodoh, yang ada adalah kita terlambat mengetahui kecenderungan kompetensi mereka, dari kecil mereka sudah dikondisikan kalau tidak boleh dibilang dipaksa, untuk melakukan atau mempelajari sesuatu yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan psikologi mereka.

Menurut saya mendidik adalah mempersiapkan anak didik untuk menghadapi kehidupan nyata, kehidupan nyata adalah kehidupan dimana mereka sudah tidak lagi bergantung pada orang tua, kehidupan dimana mereka dapat menyelesaikan sendiri segala masalah yang mereka hadapi dengan bijaksana.

Saya jadi ingat petikan tulisan pada buku "Sekolah itu Candu": Pendidikan harus berorientsi kepada pengenalan realitas, yang obyektif maupun subyektif karena kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah fungsi dialektis dalam diri manusia sehubungan dengan kenyataan yang sering bertentangan yang harus dipahami dan dihadapinya. Proses pendidikan adalah memanusiakan manusia.

Kembali lagi dengan masalah UN, kompetensi manusia tidak bisa distandardisasi dan di rangking, semua memiliki kelebihan dan kekurangan, kalaupun mau dipaksakan ada standardisasi, sistem pendidikan Indonesia diperbaiki terlebih dahulu, standardisasi dikenakan pada kelompok yang memiliki kompetensi dasar sama, itu baru adil.

Sesungguhnya banyak sekali pemerhati pendidikan di Indonesia yang sudah menyadari hal ini, banyak sekali tulisan-tulisan mereka, baik pada artikel-artikel pendidikan, bahkan buku-buku pendidikan, namun pemerintah seolah menutup mata akan ide-ide cemerlang mereka. Sistem pendidikan kita adalah alat pemuas kebutuhan pemerintah, dan orang tua, bukan sistem yang dibuat sesuai kebutuhan siswa. Siswa secara tidak sadar dibelenggu oleh pemikiran-pemikiran yang ditanamkan orang tua dan pemerintah bahkan guru, padahal mereka manusia merdeka yang bebas menentukan nasibnya sendiri.

Beberapa tahun terakhir ini, beberapa teman mulai menerapkan home schooling pada anak-anak mereka, seorang teman melakukannya karena permintaan putranya yang berusia 14 tahun, karena si anak merasa sekolah membosankan, menghabiskan waktu dan tidak dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya, oleh karenanya dia memutuskan untuk tidak bersekolah, dia lebih tertarik tenggelam dalam buku-buku bacaannya. Bersyukurlah si anak karena dia memiliki orang tua yang bisa mengerti bahwa sekolah bukan satu-satunya jalan untuk mencerdaskan anaknya. Menarik rasanya membaca tulisan Roem ini: "Tak kurang dua belas tahun waktu diselesaikan untuk bersekolah. Masa yang relatif panjang dan menjemukan, jika sekedar mengisinya dengan duduk, mencatat, sesekali bermain dan yang penting mendengarkan guru ceramah di depan meja kelas. Lewat sekolah orang bisa meraih jabatan sekaligus mendapat cemooh. Ringkasnya sekolah mampu mencetak manusia menjadi pejabat tapi juga penjahat. Masih pantaskah sekolah untuk mengakui peran tunggalnya dalam mencerdaskan seseorang".

Ternyata banyak pilihan yang bisa dilakukan oleh seorang siswa, terlepas apakah orang tua bisa mengerti ataupun tidak keinginan putra-putrinya. Tidak bersekolah memang keputusan yang sangat berat, berbagai macam keberatan akan muncul, bagaimana dengan diskusi, bagaimana dengan penyamaan persepsi terhadap suatu permasalahan, jika tidak bersekolah, bagaimana dapat menemukan lingkungan yang kondusif untuk belajar, atau yang lebih umum, karena bangsa kita adalah bangsa yang gila gengsi dan gelar, bagaimana dengan pekerjaan, jika tidak punya gelar. Puih inilah yang paling menjijikan, sekolah hanya untuk mencari gelar??.

Pada siswa, pertama kali yang saya tanyakan ketika masuk kelas adalah apa kesukaan mereka dan apa keinginan mereka, berbagai macam jawaban terlontar disana, dan sebagian besar dari mereka memiliki keinginan yang ditentang oleh orang tua. Memprihatinkan bukan? Ada seorang siswa saya yang suka kebut-kebutan di jalan, dimarahilah dia habis-habisan? Pernahkan orang tua menanyakan mengapa mereka melakukan itu? Siswa saya ini sebenarnya sangat mahir memodifikasi motor. Sesungguhnya bisa khan orang tua berdiskusi mencari solusi terbaik, tanpa memarahinya habis-habisan.

Jika memang tetap sekolah yang akan dijadikan satu-satunya alat untuk mencerdaskan seseorang, maka sistem pendidikan Indonesia harus diubah, tidak boleh memaksakan siswa, kurikulum disesuaikan dengan kompetensi dasar masing-masing siswa, bidang studi yang diajarkan tidak terlalu banyak dan materi untuk tiap bidang studi disesuaikan dengan perkembangan siswa. Ubo rampe yang lain seperti fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru mestinya ikut ditingkatkan. Subsidi pendidikan diperbesar, pungutan dan pemotongan dana dan lain-lain dihapuskan.

Bagi siswa yang berani mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, yang menyadari bahwa UN bukan segala-galanya, yang menyadari bahwa belajar bisa dimana saja sesuai dengan keinginan, minat dan kebutuhannya, salut buat mereka, percayalah gelar bukan jaminan keberhasilan seseorang. Banyak sarjana menganggur, belum menyadari apa keinginan dan minat mereka, karena selama ini disadari atau tidak mereka telah dijadikan robot sistem pendidikan Indonesia.

Saya Ameliasari Tauresia Kesuma, SE setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .